Hujan mengguyur kota Yogyakarta hampir sepanjang hari pada Sabtu (20/12/14) lalu. Hari itu Captain Jack akan menggelar konser tunggal untuk pertama kalinya. Kekhawatiran akan penonton yang sanggup hadir di konser pun menyelimuti mereka.
"Ya ini bikin deg-degan banget sih. Hujannya dari siang dan sampai sekarang masih juga gerimis. Tapi mau apa lagi," ujar sang drummer Andi Irfanto kepada Rolling Stone sebelum naik panggung.
Sejak beberapa bulan lalu Captain Jack bersama manajemen Mahakarya Inc. dan promotor Blaks Creative HQ telah merencanakan konser tunggal di GOR UNY, Yogyakarta. Segala persiapan pun benar-benar dipikirkan dalam konser tersebut.
Tiket yang dibanderol mulai harga Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu pun dalam masa presale telah terjual sebanyak 1.000 lembar. Meski sudah nyaris setengah dari prediksi total penonton yang bisa memadati arena GOR, Captain Jack tetap saja khawatir.
Bagi mereka, konser tunggal yang juga menandai 15 tahun Captain Jack berkarya itu adalah sebuah hal besar. Pikiran dan tenaga benar-benar mereka curahkan untuk itu. Tidak hanya mengurusi songlist lagu dan konsep musik yang akan disuguhkan. Mereka juga ikut terlibat dalam tata panggung dan lainnya.
Hingga akhirnya konser pun dimulai tepat pukul 20.00 WIB. Captain Jack berseragam kemeja hitam, jeans hitam dan dasi merah langsung membuka Rebel Responsible Concert dengan intro dan lagu "Sebagian Kami".
Penonton yang sebelumnya sempat diberi suguhan tiga band indie rock di arena outdoor konser pun langsung berjingkrak dan bernyanyi. "Bukan Urusanmu", Buat yang Percaya" dan "Sempurna" menjadi koor panjang yang tidak hentinya disambut teriakan para penonton.
"TV Sampah", Munafik" serta "Kupu-kupu Baja" pun mengajak mereka berjingkrak. Momo (vokal, gitar), Zuhdil (gitar), Novan (bass), Ismeth (keyboard, synth) dan Andi (drum) tak banyak berinteraksi namun langsung menghajar telinga penonton dengan lagu-lagu mereka.
Setelah 10 lagu berlalu, Captain Jack turun panggung. Mereka berganti busana dan muncul di area tribun. Sebuah set akustik telah dipersiapkan sedemikian rupa.
"Di sini tidak boleh merokok, tapi aku lihat masih ada yang menyalakan rokok. Aku selalu bangga karena kalian selalu memberontak. Tapi ingat satu hal, tidak boleh merugikan siapapun di lingkungan kalian," teriak Momo sang vokalis.
Di set akustik, para personel Captain Jack tampak lebih santai dengan T-shirt dan jeans. Bahkan sang gitaris pun duduk lesehan di panggung yang ditata dengan penerangan yang minim. Dalam set tersebut mereka mengajak serta kuartet string section untuk mempercantik lagu-lagunya.
"Monolog", "Sadar Lebih Baik" dan "Pahlawan" dibawakan dengan sangat indah. Alunan musik yang dihasilkan sanggup menyentuh hati penggemarnya. Mereka terhanyut dalam lirik lagu dan terus tak berhenti bernyanyi. Set akustik pun ditutup dengan lagu "Dari Anakmu" yang berkolaborasi dengan seorang sinden. Lagu yang bercerita tentang seorang anak broken home tersebut nampaknya benar-benar menyentuh emosi penonton.
Captain Jack kembali ke panggung utama. Lagu-lagu mereka kembali dibawakan dengan aransemen-aransemen segar. Hingga "Home Sweet Hell" pun akhirnya untuk pertama kalinya diperdengarkan. Lagu tersebut memang sengaja dipersiapkan untuk "dirilis" di konser tersebut.
"Saya sejak kecil selalu mengidolakan beliau. Hingga akhirnya kemarin kita mencoba untuk mendekati beliau untuk sama-sama berada di satu panggung. Ini dia Roy Jeconiah!," teriak Momo yang berkolaborasi dengan Roy di lagu "Berbeda adalah Pilihan."
Momo sempat berselancar di lautan penonton. Tak ketinggalan ia membawa kamera gopro untuk mengabdikan momen tersebut. Dua kali encore disuguhkan di akhir konser.
Tata panggung yang sederhana dengan dominan warna hitam sangat cocok dengan citra mereka. Layar besar yang dalam konser kebanyakan diletakkan di kanan kiri panggung pun pindah di tengah GOR. Ada tiga layar raksasa untuk tiga sisi tribun. Sehingga penonton tribun pun bisa menikmati pertunjukan dari jauh.
Hal yang perlu diperhatikan adalah tata suara yang kurang sempurna. Penonton di bagian depan bisa dengan enak menikmati pertunjukan. Namun di bagian belakang terdengar bising dan tak nyaman di telinga. Begitu juga dengan tata lampu di set akustik.
Lampu sorot dari panggung utama kurang dimaksimalkan. Sehingga ketika string section mencoba mencuri perhatian pun gagal. Banyak yang menyangka Captain Jack hanya menggunakan sequencer untuk menyuguhkan suara biola dan kawan-kawannya. Hal tersebut terjadi karena kuartet berdiri di tempat yang minim cahaya. Dari kejauhan tak terlihat ada string section berusaha untuk mempermanis lagu-lagu Captain Jack.
Untuk urusan penonton, Captain Jack berhasil mengumpulkan para Monster Jacker sebanyak sekitar 2.300 orang. Dengan harga tiket yang dipatok untuk pecinta musik Yogyakarta sebenarnya boleh dibilang cukup mahal. Namun ternyata dengan membeli tiket, penonton mendapatkan merchandise T-shirt, gelang dan lain-lain.
"Kalau ngomongin tiket sebenarnya nggak terlalu nutup biaya produksi juga. Kita cuma ingin mengedukasi mereka bahwa kalau kamu suka musik kami maka belilah. Mudah-mudahan bisa jadi langkah yang baik," jelas Andi.